Ketika alokasi dana pendidikan meningkat sesuai dengan perubahan Undang Undang Dasar yaitu 20%, banyak para profesi lain iri terhadap profesi guru. Penulis menyadari terhadap mereka yang iri terhadap pekerjaan guru yang begitu ringan dalam bekerja.
Ketika gaji guru hanya cukup untuk memenuhi standar hidup tidak banyak orang yang meliriknya, namun akhir-akhir ini banyak memandang profesi guru enak dan mudah serta gajinya banyak. Tidak hanya guru, semua pengawai negeri sipil bernasib sama. Untuk menjadi miskin tidak mungkin dan untuk menjadi kaya juga hanya dalam impian. Kaya jadi kenyataan kalau mempunyai penghasilan dari luar atau istilah kerennya bisnis lain diluar pekerjaannya.
Kita telusuri bagaimana sebenarnya kiprah guru yang sekarang menjadi impian dari sebagaian dari bangsa untuk mengejar profesi guru, walaupun masih kalah keren dengan profesi dokter dan yang lain. Dari anak yang menempati rangking 10 besar di kelas mungkin sudah melirik profesi guru. Jangan tergiur dengan glamor dari luar yang menghebohkan berbagi insan pendidikan, kelihatannya profesi guru mudah diucapkan namun sulit untuk dilaksanakan.
Ada tingkatan yang perlu kita pahami dalam menggeluti guru menuju profesionalis sejati, antara lain:- Guru yang baik adalah guru yang berangkat pagi pulang siang. Tingkatan guru ini dari segi waktu sudah memenuhi standar kehadiran, karena mereka rajin masuk sesuai dengan standar pegawai negeri sipil.
- Tingkatan kedua adalah guru tingkatan pertama ditambah dengan peduli lingkungan. Karena peduli lingkungan baik fisik dan nonfisik, sehingga mereka nyaman dan kerasan di sekolah.
- Guru tingkatan ketiga adalah guru tingkatan ke dua ditambah dengan rajin pula masuk kelas. Guru tingkat ketiga ini dari segi fisik sudah sangat memenuhi. Dengan bekal rajin dan dapat berinteraksi dengan lingkungan sekolah, serta rutin masuk kelas, maka guru tingkat ini dari segi kasat mata merupakan idola tepat waktu dengan sebutan guru tertib.
- Guru tingkat keempat, ternyata tidak hanya rajin masuk kelas dan mengajar selesai pembelajaran, namun perlu kemampuan untuk berakting untuk memuaskan siswanya. Tuntutan guru ke empat ini harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran dengan menyenangkan, sehingga materi mudah dicerna oleh anak didik.
- Guru tingkat ke lima selain mempunyai kemampuan 1 sampai 4 harus mempunyai kemampuan sejauh mana kepedulian guru untuk memperhatikan perbedaan yang ada pada individu peserta didik, sehingga membuahkan bentuk pelayanan yang berbeda pula pada setiap individu peserta didik. Disinilah sentuhan emosional guru muncul. Pada tingkatan inilah jiwa profesi guru nampak jelas.
- Tingkat ke enam setelah mengetahui pribadi masing-masing anak, guru bisa menanamkan ke lubuk hati yang dalam untuk selalu berjiwa besar, optimis meraih sukses masa depan?. Dengan bisikan jiwa serta nurani atau intuisi yang kuat dari dalam anak akan menimbulkan motivasi dan kebulatan tekad untuk mencapai cita-citanya sampai tuntas. Tingkatan ke enam ini guru sudah menyentuh kemapuan emosional dan spiritual anak. Pada tingkat ke enam ini profesi guru sudah mulai menyentuh dunia maya yang tidak bisa kita tentukan dengan akal dan teori. Beratnya guru kalau sudah bergesekan dengan nilai moral, iman dan ketakwaan seseorang yang berporos pada intuisi dan kata hati.
- Tingkatan ke tujuh ini akan berdampak pada kemampuan anak untuk memberiakn apresiasi pada tantangan adalah ujian hidup. Sehingga kalau sampai terjadi guru memberikan hukuman, anak malah akan bersyukur dan berterima kasih atas peringatan atau hukumannya. Contoh apabila guru melakukan kekerasan dengan memukul misalnya, anak tidak merasa dendam bahkan malah berterima kasih. Seolah-olah peraturan itu ada dimana-mana walaupun tidak kemana-mana.
- Tingkatan ke delapan, guru semakin jauh jangkauan edukasinya sehingga sampai mengenal karakter lingkungan keluarganya. Kalau seorang guru sudah bisa bekerjasama dengan orang tua dalam mendidik anak, tidak ada kesempatan bagi anak untuk tidak berhasil dalam pembelajarnannya maupun masa depannya.
- Guru tingkat ke sembilan guru melibatkan masyarakat sekitar dan lintas sektoral dan stake holder untuk berkolaborasi dalam menetukan nasib anak generasi bangsa. Tingkat ke sembilan ini tugas guru terlalu berat. Dengan sisa waktu dari sekolah masih harus mengontrol dan mencuri tahu bagaimana perilaku anak didiknya.
Sedikit kita bandingkan dengan profesi dokter yang sama-sama mempunyai pasien manusia. Guru berhubungan dengan manusia sehat untuk sukses masa depan, sedangkan dokter berpasien manusia belum sehat untuk mempertahankan hidup yang nota bene berhubungan dengan nyawa seseorang. Penyakit mempunyai takaran khusus dan terukur untuk menjadi sehat atau sembuh. Tetapi anak didik tidak terukur seberapa banyak ilmu dan ketrampilan yang bisa menopang masa depan yang sukses. Untuk mencetak generasi yang sukses tidak ada resep khusus dan pasti namun penuh dengan segala kemungkinan yang semuanya berubah.
Siapa atau sekolah mana yang berani pasang harga atau tarip untuk mensukseskan pesertadidiknya di masa mendatang? Saya kira didunia ini belum ada sekolah atau orang yang bisa menjamin masa depannya sukses atau bahagia di dunia. Apalagi bahagia di akherat.
0 komentar:
Posting Komentar